Jika anda seorang pengusaha yang memiliki asset perusahaan milyaran rupiah atau dollar dan membutuhkan sumber daya alam sebagai bahan pokok produksi perusahaan anda, tentunya akan sangat kesulitan menghadapi aksi dari sejumlah pihak termasuk masyarakat yang berada di sekitar sumber daya yang ingin anda dapatkan tentunya.
Selain penolakan dari masyarakat, tak jarang penolakan juga terjadi dari lembaga yang peduli (menurut saya) terhadap konservasi lingkungan hidup, dengan segumpal data dan segenggam keberanian, LSM atau NGO (Non Government Organization) kerap kali melontarkan kritikan. Namun dibalik semangat 45 bagi penyelamatan lingkungan hidup yang tertanam di lembaga LSM asing/LSM local/LSM local dibiayai asing, terpampang juga sebuah cangkul yang mampu menggali semangat para aktivis LSM tersebut hingga tak berbentuk lagi (alias mengambang dan kosong).
loh.? kok bisa mengambang.?, Ini saya beri Indikatornya.
Pada tanggal 3 Desember 2007, Propinsi Bali terpilih menjadi tuan rumah pelaksanaan Confrence Of Parties ke – 13 (COP 13 UNFCCC) sebuah konferensi PBB mengenai perubahan iklim, tidak kalah serunya konferensi COP ini juga bersamaan digelar pelaksanaannya dengan digelarnya siding ke - 3 Protokol Kyoto (CMP 3), namun alhasil membicarakan penurunan emisi gas rumah kaca, konferensi COP malah melupakan (entah disengaja atau tidak) kewajiban Negara maju untuk mengurangi gas rumah kaca sebesar 5 % pada 2008 – 2012 yang tertera dalam komitmen awal dalam protocol Kyoto, (catatan penting pertemuan COP 13 disini: download ) dan malah ironisnya lagi saat pada sidang CMP 3, Amerika serikat tetap menolak untuk meratifikasi protocol Kyoto meski Negara tersebut negara dengan emisi terbesar.
Namun itu salah satu kejadian yang menjijikan yang terjadi pada saat pertemuan tersebut berlangsung, akan tetapi menjelang konferensi COP 13 berlangsung, sebuah dagelan paling digemari masyarakat kelas bawah Indonesia terjadi, dimana para perusahaan besar (korporasi) ramai – ramai menampilkan kepiawaian PR (Public Relation) nya dalam menyuarakan kepedulian terhadap lingkungan …haa.? tumben.?
Layaknya seorang tersangka, walaupun sudah memperkosa belasan pria maupun perempuan, tapi kalau mengaku bersalah dan akan bertanggung jawab (biar nggak diadili) dengan didampingi pemuka agama dan media, maka yakinlah setidak – tidaknya kalaupun dihukum, hanya dijerat 1 bulan penjara (dipotong masa tahanan 27 hari dan denda Rp. 373 saja)…hahah.
Jawabnya : belum, karena korporasi tersebut harus juga mengikut sertakan mesin cuci (baca: LSM/NGO) agar setidaknya di pemikiran sebagian kecil masyarakat desa terlampir berdirinya perusahaan besar tersebut demi masyarakat serta di pemikiran sebagian masyarakat kota yang dengan sifat humanis palsunya akan berpikiran bahwa perusahaan besar tersebut, selain memberikan dampak dalam memberikan lapangan pekerjaan, juga perusahaan yang cinta akan lingkungan.
Tahun 2005 : Pencemaran Limbah merkuri di Nangroe Aceh Darusallam oleh PT. Exxon Mobil oil.
Pada Maret 1973, PT. Freeport mulai melakukan penambangan terbuka di Ertsberg.
Pada tahun 1988 mulai mengeruk cadangan lainnya di Grasberg, dengan perkiraan di kedua wilayah (ertsberg & grasberg) dihasilkan 7.3 ton tembaga, 724,7 ton emas, dan pada tahun 2005, dari tambang Grasberg juga menghasilkan lubang dengan diameter 2,4 kilometerdi daerah seluas 499 Ha dengan kedalaman 800 m.
Namun terkhusus untuk PT. Freeport hingga detik ini, NGO yang paling sering memberikan hiburan sensasi akan perlawanan terhadap para korporasi perusak lingkungan, Greenpeace, justru tidak berani dalam menyikapi permasalahan lingkungan hidup akibat dari puluhan tahun beroperasinya PT. Freeport di Indonesia.
No comments:
Post a Comment
PLEASE GIVE COMMENT WISELY.