Oleh : Choky "Qie" Setiawan
Tulisan sebelumnya masih seputar pengertian atau definisi dari ketahanan pangan maupun diversifikasi pangan. Kali ini, sesuai janji saya sebelumnya saya mencoba melanjutkan kembali mengenai syarat yang dibutuhkan agar tercapainya ketahanan pangan.
Ada beberapa komponen yang harus dipenuhi agar ketahanan pangan tercapai, setidaknya berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI No. 7 tahun 1996, yang mengadopsi definisi dari FAO, ada 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu :
1. Kecukupan ketersediaan pangan
2. Stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun.
3. Aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta
4. Kualitas/keamanan pangan
1.Kecukupan ketersediaan pangan
Ketersediaan bahan pangan dalam rumah tangga yang dipakai dalam pengukuran untuk mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Penentuan jangka waktu ketersediaan makanan pokok di pedesaan, biasanya dilihat dengan mempertimbangkan jarak antara musim tanam dengan musim tanam berikutnya. Ukuran ketersediaan pangan yang mengacu pada jarak waktu antara satu musim panen dengan musim panen berikutnya hanya berlaku pada rumah tangga dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian pokok.
2 Stabilitas ketersediaan
Stabilitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga diukur berdasarkan kecukupan ketersediaan pangan dan frekuensi makan anggota rumah tangga dalam sehari Dengan asumsi bahwa di daerah tertentu masyarakat mempunyai kebiasaan makan 3 (tiga) kali sehari, frekuensi makan sebenarnya dapat menggambarkan keberlanjutan ketersediaan pangan dalam rumah tangga.
Dalam satu rumah tangga, salah satu cara untuk mempertahankan ketersediaan pangan dalam jangka waktu tertentu adalah dengan mengurangi frekuensi makan atau mengkombinasikan bahan makanan pokok (misal beras dengan ubi kayu).
Dalam satu rumah tangga, salah satu cara untuk mempertahankan ketersediaan pangan dalam jangka waktu tertentu adalah dengan mengurangi frekuensi makan atau mengkombinasikan bahan makanan pokok (misal beras dengan ubi kayu).
3 Aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan
Indikator aksesibilitas/keterjangkauan dalam pengukuran ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dilihat dari kemudahan rumahtangga memperoleh pangan, yang diukur dari pemilikan lahan serta cara rumah tangga untuk memperoleh pangan. Akses yang diukur berdasarkan pemilikan lahan dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori:
• Akses langsung (direct access), jika rumah tangga memiliki lahan sawah/ladang
• Akses tidak langsung (indirect access) jika rumah tangga tidak memiliki lahan sawah/ladang.
Cara rumah tangga memperoleh pangan juga dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori yaitu:
(1) Produksi sendiri.
(2) Membeli
4 Kualitas/Keamanan pangan
Kualitas/keamanan jenis pangan yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan gizi. Ukuran kualitas pangan seperti ini sangat sulit dilakukan karena melibatkan berbagai macam jenis makanan dengan kandungan gizi yang berbeda-beda., sehingga ukuran keamanan pangan hanya dilihat dari ‘ada’ atau ‘tidak’nya bahan makanan yang mengandung protein hewani dan/atau nabati yang dikonsumsi dalam rumah tangga. Karena itu, ukuran kualitas pangan dilihat dari data pengeluaran untuk konsumsi makanan (lauk-pauk) sehari-hari yang mengandung protein hewani dan/atau nabati.
Berdasarkan kriteria ini rumah tangga dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu :
1. Rumah tangga dengan kualitas pangan baik adalah rumah tangga yang memiliki pengeluaran untuk lauk-pauk berupa protein hewani dan nabati atau protein hewani saja.
2. Rumah tangga dengan kualitas pangan kurang baik adalah rumah tangga yang memiliki pengeluaran untuk lauk-pauk berupa protein nabati saja.
3. Rumah tangga dengan kualitas pangan tidak baik adalah rumah tangga yang tidak memiliki pengeluaran untuk lauk-pauk berupa protein baik hewani maupun nabati.
Ukuran kualitas pangan ini tidak mempertimbangkan jenis makanan pokok. Alasan yang mendasari adalah karena kandungan energi dan karbohidrat antara beras, jagung dan ubi kayu/tiwul sebagai makanan pokok di desa-desa penelitian tidak berbeda secara signifikan.
Berdasarkan matrik tersebut, maka rumah tangga dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu :
1. Rumah tangga tahan pangan adalah rumah tangga yang memiliki persedian pangan/makanan pokok secara kontinyu (diukur dari persediaan makan selama jangka masa satu panen dengan panen berikutnya dengan frekuensi makan 3 kali atau lebih perhari serta akses langsung) dan memiliki pengeluaran untuk protein hewani dan nabati atau protein hewani saja
2. Rumah tangga kurang tahan pangan adalah rumah tangga yang memiliki:
- Kontinuitas pangan/makanan pokok kontinyu tetapi hanya mempunyai pengeluaran untuk protein nabati saja
- Kontinuitas ketersediaan pangan/makanan kurang kontinyu dan mempunyai pengeluaran untuk protein hewani dan nabati
3. Rumah tangga tidak tahan pangan adalah rumah tangga yang dicirikan oleh :
- Kontiniuitas ketersediaan pangan kontinyu, tetapi tidak memiliki pengeluaran untuk protein hewani maupun nabati
- Kontiniuitas keterrsediaan pangan kontinyu kurang kontinyu dan hanya memiliki pengeluaran untuk protein hewani atau nabati, atau tidak untuk kedua-duanya.
- Kontiniuitas keterrsediaan pangan tidak kontinyu walaupun memiliki pengeluaran untuk protein hewani dan nabati
- Kontiniuitas keterrsediaan pangan tidak kontinyu dan hanya memiliki pengeluaran untuk protein nabati saja, atau tidak untuk kedua-duanya.
Permasalahan
Permasalahan yang terjadi sehingga diversifikasi pangan sulit dalam pencapaiannya dapat diidentifikasi sebagai berikut :
a. Jumlah penduduk yang cukup besar membutuhkan konsumsi yang cukup besar. Dengan penduduk yang terus bertambah, meningkatkan permintaan terhadap pangan terutama beras terus meningkat sehingga akan menambah beban, karena keterbatasan sumberdaya alam sebagai basis produksi.
b. Kebijakan pengembangan pangan yang terfokus pada beras telah mengurangi penggalian dan pemanfaatan potensi sumber-sumber pangan karbohidrat lain; serta mempengaruhi lambatnya pengembangan usaha penyediaan bahan pangan sumber protein (antara lain : serealia, daging, telur, susu), sumber zat gizi mikro (seperti sayuran dan buah-buahan) serta potensi pangan lokal yang tersebar di wilayah.
c. Pola konsumsi pangan rumah tangga masih belum beragam karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : dari segi sosial budaya mencakup informasi, pengetahuan dan kebiasaan yang dipengaruhi dan norma, kelembagaan maupun budaya lokal yang spesifik; dan dari segi ekonomi mencakup sistem perdagangan yang kurang jujur dan bertanggung jawab, serta tingkat pendapatan masyarakat rendah dan harga pangan cenderung naik.
d. Konsumsi pangan hewani masyarakat pada umumnya masih di bawah anjuran, tingkat konsumsinya di perkotaan lebih tinggi dari pada di pedesaan,serta tingkat konsumsinya sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatanmasyarakat.
e. Masyarakat di beberapa daerah tertentu masih mengalami kerawanan pangan secara berulang (kronis) pada musim paceklik dan kerawanan mendadak di daerah yang terkena bencana. Kerawanan kronis disebabkan keterbatasan kemampuan produksi dan rendahnya pendapatan masyarakat pada daerah-daerah tertentu.
f. Penerapan teknologi produksi dan teknologi pengolahan pangan lokal di masyarakat tidak mampu mengimbangi pangan olahan asal impor yang membanjiri pasar.Cita rasa makanan tradisional kurang memenuhi selera generasi muda,kurang menarik penampilannya akibat dimasak terlalu lama.
h. Makanan tradisonal kurang memenuhi standar mutu dan gizi.
i. Beberapa masakan harus disajikan secara panas.
j. Promosi dan penyebaran informasi serta upaya pengembangannya masih terbatas.
k. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan arti gizi dan kesehatan.
Demikian sedikit penjelasan dari saya mengenai "Diversifikasi pangan", semoga bermanfaat.
Wassalam..
No comments:
Post a Comment
PLEASE GIVE COMMENT WISELY.